![]() |
penghematlistrik.blogdetik.com |
JAKARTA : Indonesia berpeluang mengembangkan pembangkit listrik tenaga
surya (PLTS) atau tenaga matahari lebih agresif, jika energi fosil tidak
melulu disubsidi oleh pemerintah.
Andreas Kleine, Sekretaris Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia,
mengatakan Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki curahan sinar
matahari yang melimpah. Artinya, potensi market untuk solar photovoltaic (PV) di Indonesia masih sangat besar.
Di Jerman, lanjutnya, energi surya sudah lama berkembang seiring dengan
feed in tariff untuk listrik dari energi surya yang sudah disediakan
pemerintah.
“Indonesia juga bisa menerapkannya, asal ada political will. Kalau ada
political will, kita bisa mencapai target dengan mudah. Tapi di sisi
lain, Indonesia masih ada sistem subsidi, keputusannya kini ada di
Indonesia sendiri,” ujarnya dalam konferensi pers acara German-Indonesia Solar Energy Day hari ini.
Martin Krummeck, Deputy Managing Director Indonesian-German Chamber of
Commerce and Industry (EKONID) menambahkan Indonesia sebenarnya memiliki
cukup dana untuk mengembangkan energi baru terbarukan, termasuk energi
surya. Sayangnya, dana itu dipakai kebanyakkan untuk subsidi energi
fosil.
“Indonesia membuang banyak uang untuk subsidi setiap tahunnya,” ujar Martin.
Pada kesempatan yang sama, pemerintah dan pihak swasta dari Jerman
menawarkan kerja sama di bidang PLTS di Indonesia. Jerman mengklaim
negaranya lebih unggul dibandingkan negara lain yang juga bergerak di
bidang serupa.
Incaran investor
Rudolf Rauch, Principal Advisor GIZ Indonesia mengakui bahwa Indonesia
adalah negara berkembang yang menjadi pusat perhatian investasi dunia
saat ini.
Pihaknya mengakui selain Jerman, banyak negara yang juga sudah lama
mengembangkan PLTS seperti China, Jepang, dan Korea. Semua negara itu,
terutama Jepang, sudah menunjukkan keseriusannya menggarap PLTS di
Indonesia.
“Kompetisi itu bagus, kami menyambut baik. Tapi kami bisa bilang kami
leading di sini. Jerman sudah lebih dari 20 tahun berkecimpung di bidang
ini,” ujarnya.
Jan Michael Knaack, Project Manager BSW-Solar German Solar Industry
Association mengatakan Indonesia memiliki curahan sinar matahari 50%
lebih banyak dibandingkan kawasan Eropa.
Di sisi lain, meski Jerman tidak memiliki banyak sinaran matahari
dibandingkan Indonesia, namun Jerman telah memanfaatkan energi matahari
hingga memiliki kapasitas terpasang saat ini mencapai 25 GigaWatt.
Jan mengatakan porsi pemanfaatan energi baru terbarukan di Jerman sudah
mencapai 20% dan 4% di antaranya sudah berasal dari energi matahari.
Di Indonesia, hingga 2011 tercatat total aplikasi energi surya baru
mencapai 17 MWp. Jika dibandingkan dengan kapasitas terpasang pembangkit
listrik di Indonesia sebesar 33,7 Gigawatt, maka kontribusi tenaga
surya untuk pembangkit listrik baru sekitar 0,05%.
Berdasarkan Perpes No.5 Tahun 2006, pemerintah sudah mencanangkan
target untuk memperbesar kontribusi sumber energi terbarukan dalam
bauran energi sampai dengan 17% termasuk tenaga surya sebesar 0,2%—0,3%
pada 2025. (sut: bisnis.com)