KOMPAS.com - Bulan Juli 2012, Duta Besar Republik
Indonesia di Amerika Serikat, Dino Patti Djalal menggagas pertemuan
bersejarah di Los Angeles. Mengapa bersejarah? Karena pertemuan itu
dapat dikatakan sebagai pertemuan pertama dan terbesar yang dihadiri
oleh para diaspora Indonesia di berbagai negara. Antara lain, warga
Indonesia di Qatar, Peru, Jerman, Korea Selatan, khususnya mereka yang
bermukim di daratan Amerika Serikat.
Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono menyampaikan sambutan pembukaan pertemuan akbar tersebut
melalui rekaman video, disaksikan oleh 1000 undangan yang memadati
gedung Los Angeles Convention Center.
Dalam sambutannya,
Presiden Yudhoyono dan Duta Besar Dino Patti Djalal menyebutkan betapa
tinggi potensi diaspora Indonesia yang bermukim di luar negeri. Menurut
Dino Patti Djalal definisi diaspora adalah mereka yang bermukim di luar
negeri, termasuk warga negara asing yang memiliki ikatan keluarga dengan
Indonesia. Warga negara asing yang mencintai Indonesia pun dapat
dianggap sebagai diaspora Indonesia. Meski sementara ini, perhatian
utama dari diaspora Indonesia adalah mereka yang memiliki paspor
Indonesia.
Dubes Dino memprediksi terdapat 10 juta diaspora
Indonesia yang tersebar di seluruh dunia. Angka ini sangatlah besar
bahkan hampir menyamai jumlah populasi penduduk di Swedia atau Austria.
Secara kualitas, diaspora Indonesia pun bukan diaspora “asal-asalan”.
Warga negara Indonesia di Amerika Serikat memiliki pendapatan rata-rata
sebesar 59.000 dollar AS setiap tahunnya. Jauh lebih besar dibandingkan
warga Amerika Serikat yang pendapatan rata-ratanya sebesar 45.000 dollar
AS per tahun.
Di samping itu, 48 persen warga diaspora
Indonesia di Amerika Serikat memiliki kualitas akademik di atas sarjana.
Sementara, rata-rata penduduk Amerika Serikat yang memiliki kualitas
akademik serupa, jumlahnya hanya 27 persen. Tidak hanya di Amerika
Serikat, diyakini lebih banyak lagi warga diaspora Indonesia unggul
lainnya tersebar di seluruh dunia seperti ilmuwan Indonesia yang
tergabung di Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).
Diaspora Indonesia, menurut Dino Patti Djalal, setiap tahun mengirimkan
devisa ke Indonesia hingga mencapai 7 miliar dollar AS atau hampir Rp 70
triliun. Angka yang sangat besar karena nyaris menyamai jumlah dana
otonomi khusus pada APBN-P 2012 yang ditransfer pemerintah pusat ke
pemerintah daerah.
Tawaran pemerintah
Menyadari
betapa besar dan strategisnya potensi diaspora Indonesia, Presiden
Yudhoyono secara langsung mengajak para perantau ini untuk mendukung
pemerintah Indonesia dalam pembangunan nasional. Presiden juga
memberikan perhatian khusus kepada diaspora Indonesia. Sebagai contoh,
Presiden telah memerintahkan untuk membentuk Desk Diaspora Indonesia di
bawah koordinasi Kementerian Luar Negeri RI.
Tidak hanya itu,
Presiden juga memerintahkan Kementerian Hukum dan HAM RI untuk menyusun
regulasi visa khusus bagi diaspora Indonesia yang telah berganti
kewarganegaraan. Apapun dilakukan untuk menarik diaspora Indonesia untuk
kembali ke Indonesia dan mengembangkan potensinya untuk pembangunan
Indonesia.
Pernyataan Presiden ini mendapat sambutan baik dari
warga diaspora yang hadir dalam pertemuan tersebut. Termasuk delegasi
Dewan Perwakilan Rakyat yang turut hadir pada acara tersebut. Wakil
Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso menyambut aspirasi ribuan diaspora
Indonesia yang hadir dan berjanji akan memperjuangkan aspirasi mereka di
Senayan.
Di tingkat kementerian, Menteri BUMN, Dahlan Iskan
turut mengajak salah satu diaspora Indonesia, Dr. Danet Suryatama,
lulusan Universitas Michigan, Amerika Serikat yang berprestasi di kancah
internasional untuk bergabung dalam kelompok “Putra Petir”. Sebuah
inisiasi untuk mengembangkan inovasi mobil listrik. Karirnya di bidang
otomotif sangat cemerlang di bawah bendera Chrysler dan Mitsubishi.
Danet dapat dikatakan satu dari banyak diaspora yang kembali ke
Indonesia dan mengembangkan keilmuannya di dalam negeri.
Pelajaran penting
Pemberitaan
mengenai Danet Suryatama dan Dahlan Iskan terkait proyek mobil listrik
Tucuxi patut menjadi perhatian bagi para diaspora. Hubungan manis yang
berbuah produktif berupa mobil listrik buatan lokal pun berakhir pahit
dengan kecelakaan yang dialami Dahlan ketika melakukan test drive di
Magetan.
Danet, seperti dikutip dari berbagai berita, sangat
kecewa kepada Dahlan Iskan karena dianggap telah melanggar perjanjian
dalam hal hak kekayaan intelektual mobil listrik Tuxuci ini. Mobil
listrik yang diproduksi oleh Danet dan timnya di Elektrikcar, dinilai
telah “dioprek” oleh pihak lain secara sengaja tanpa sepengetahuan dan
izinnya.
Menurut Danet, kecelakaan yang terjadi yang diduga
karena perubahan spesifikasi setelah “dioprek” sehingga Danet menyatakan
tidak bertanggung jawab karena adanya perubahan spesifikasi antara
mobil listrik yang diproduksi Danet dengan mobil listrik yang telah
“dioprek” di tempat lain tanpa izinnya.
Bagaimana reaksi Dahlan
Iskan? Seperti biasa, Dahlan tidak menanggapi serius tudingan itu dan
memilih untuk terus menguji mobil mewah seharga Rp 1,5 miliar ini. Walau
pada akhirnya mobil itu rusak dan tidak bisa dipakai kembali sedangkan
Danet sendiri saat ini memilih untuk kembali ke Amerika Serikat.
Jika kekecewaan Danet tidak diselesaikan dengan baik, dapat
berimplikasi pada menguatnya pesimisme diaspora Indonesia terhadap
pemerintah Indonesia yang selama ini mereka rasakan. Benarkah pemerintah
Indonesia satu suara dan all out untuk mengajak diaspora Indonesia mengembangkan potensinya di dalam negeri?
Sebenarnya ada solusi lain, yaitu inisiasi swasta untuk menggandeng
diaspora ini tanpa campur tangan pemerintah. Hal ini dilakukan oleh
salah satu konglomerat Indonesia, Chairul Tanjung pada saat bertemu
dengan para profesional Indonesia di Silicon Valley beberapa hari
setelah Kongres Diaspora di Los Angeles. Chairul menantang para
profesional itu untuk menyampaikan ide-ide brilian dan jika benar
berpotensi, ajakan kerja sama pun akan diberikannya.
Apapun
itu, fenomena diaspora Indonesia ini sebaiknya tidak mutlak difokuskan
pada kesiapan para perantau untuk mengembangkan kapasitasnya di dalam
negeri saja. Tapi juga kesiapan publik Indonesia di dalam negeri dalam
menerima kembali diaspora untuk pulang kampung dan beraktivitas di dalam
negeri yang pastinya memiliki kultur dan budaya berbeda dengan negara
tempat para diaspora beraktivitas. (Willy Sakareza)
Tucuxi dan Diaspora Indonesia
Written By Purbaya Group on Senin, 11 Februari 2013 | 09.44
Label:
berita,
ekonomi,
Energi Alternatif,
tokoh