TEMPO.CO, Jakarta- Direktur Operasi PT Pertamina Hulu Energi(PHE), Eddy Purnomo, mengatakan, pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi menyebabkan proyek pengembangan shale gas di Sumatera Utara molor hingga waktu yang belum ditentukan.
»Tepat satu pekan sebelum ditandatangani kontrak kerja sama, BP Migas dibubarkan dan tanda tangan KKS batal dilaksanakan,” kata Eddy di kantor Pusat pertamina, Senin 11 Februari 2013.
Akibat pembubaran BP Migas, pemerintah kemudian mengambil alih badan tersebut dan membentuk badan baru bernama Ketua Satuan Kerja Sementara Pelaku Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP Migas). Lembaga ini dikepalai langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero wacik.
Eddy menjelaskan, karena badan tersebut dikepalai langsung oleh Menteri, ada kekhawatiran KKS yang ditandatangani oleh SKSP Migas bermasalah karena akan melibatkan langsung negara dalam kontrak migas.
»Pemerintah khawatir, saat ada permasalahan dalam kontrak, pihak yang digugat adalah negara langsung. Tidak ada badan lain yang menjadi bumper-nya,” kata Eddy.
Oleh sebab itu, pemerintah tidak mau menandatangani KKS pengembangan gas shale PHE di Sumatera Utara. Pemerintah baru akan menandatangani KKS saat badan pengganti BP Migas sudah bersifat tetap.
Sambil menunggu pemerintah menandatangani KKS shale gas, Pertamina Hulu Energi mengirimkan anggotanya untuk mempelajari mekanisme produksi shale gas di luar negeri. Hal itu dilakukan agar perusahaan dapat menyerap ilmu mengenai sistem produksi, operasi dan volume kandungan shale gas dari perusahaan-perusahaan luar negeri yang telah memproduksi shale gas.