JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Pengatur Hilir Minyak
dan Gas Bumi (BPH Migas) meminta agar harga bahan bakar minyak (BBM)
bersubsidi dinaikkan. Hal itu untuk mengantisipasi kuota BBM bersubsidi
yang diperkirakan akan kembali melebihi batas.
Tahun ini,
pemerintah mengajukan kuota BBM bersubsidi sebesar 46,01 juta kiloliter.
Namun, konsumsi BBM bersubsidi di tahun ini diperkirakan bakal melonjak
48 juta kiloliter-50 juta kiloliter.
"Kalau harga BBM naik, tidak
akan jebol kuotanya. Ini kan orang jadi berhemat. Itu memang ada
hitungannya sendiri, yang biasanya boros (BBM), kini semakin berkurang
konsumsinya (karena dinaikkan)," kata Kepala BPH Migas Andy Noorsaman
Sommeng saat Serah Terima Jabatan Wakil Menteri ESDM yang lama dan baru
di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (15/1/2012).
Menurut
Andy, kuota BBM bersubsidi diperkirakan akan tetap melebihi batas tahun
ini. Hal itu terbukti dari pengalaman di tahun lalu yang sudah tiga kali
mengajukan penambahan kuota BBM bersubsidi dari semula 40,1 juta
kiloliter, lalu menjadi 44,04 juta kiloliter, dan akhirnya menjadi 45,2
juta kiloliter.
Bahkan, tambahan 1,23 juta kiloliter BBM
bersubsidi di akhir 2012 lalu itu dimintakan ke anggaran kuota BBM
bersubsidi di tahun 2013. Kini, pemerintah telah menggunakan sistem
informasi untuk pengendalian BBM bersubsidi.
Kendati demikian, hal
tersebut tidak akan menjamin bahwa kuota BBM bersubsidi akan tetap aman
dan lepas dari bayang-bayang penambahan kuota BBM alias jebol.
"Pembatasan
IT di sistem Pertamina itu hanya akan menahan konsumsi BBM bersubsidi.
Bila tadinya 48 juta KL, kini dikurangi 1,5 juta KL menjadi 46,5 juta
KL. Tapi itu kan masih tinggi," tambahnya.
Sekadar informasi,
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini pernah mengatakan bahwa pihaknya
setuju jika pemerintah mau menaikkan harga BBM di tahun ini. Hal itu
untuk menekan konsumsi BBM bersubsidi yang diperkirakan jebol di tahun
ini.
Bahkan, konsumsi diperkirakan tetap melebihi kuota walaupun
pemerintah di tahun ini akan menggelar sejumlah program untuk menekan
kuota BBM bersubsidi. Misalnya, isu kenaikan harga BBM, penghematan
konsumsi BBM bersubsidi pada kendaraan dinas, dan konversi BBM ke bahan
bakar gas (BBG).
"Kuota BBM bersubsidi tahun 2012 sudah 45,2 juta
KL. Kalau tahun ini 46 juta KL, itu tidak mungkin, bahkan meski ada tiga
program (penghematan, kenaikan harga, dan konversi) itu jalan," kata
Rudi.